Saturday, December 18, 2021

GIIAS 2021

 GAIKINDO INDONESIA INTERNATIONAL AUTO SHOW 2021 is hold at ICE-BSD Tangerang. I have been being so excited about this event since years ago. I couldn't participate on GIIAS 2019 cause of I needed to finish my study, 2020? Covid-19 was spreading. 

When?

GIIAS 2021 has been starting since November, 11th 2021. It will be end on 21st November 2021. 

Where?

It takes place in ICE - BSD Tangerang.

How is the ticket?

The tickets are available for weekend and weekdays. For weekdays the ticket is only 50.000 rupiah, but for weekend the ticket is 100.000 rupiah.

How to get the ticket?

I got the ticket by online because at the time the offline or on the spot ticket is not available. I bought it by downloading the GIIAS AUTO 360 app on my phone then I registered my identity to make new account. Then after I got my account, I bought the tickets. There are several payments, such Bank transfer, credit card or E-wallet. I chose Bank Transfer from BRI Bank (there are Mandiri and BCA).


Monday, June 21, 2021

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan pertama

“neng, kamu tahun ini umurnya berapa?”

“dua lima bu”

“ih tua loh, cepet nikah kalo udah ada calonnya”

“hehe iya bu inshaAllah”

 

Percakapan singkat dipagi hari itu cukup membuat aku meringis dalam hati. Bukan hanya satu dua kali aku dilemparkan pertanyaan demi pernyataan demikian, ya tapi aku selalu berusaha untuk menjawabnya dengan baik. Aku selalu memaklumi mereka yang memang tidak tau apa yang sudah aku alami dan aku hadapi dalam hidupku.

Mau . . . . .

Menikah, siapa yang mau? Haha maksudnya siapa yang tidak mau? Tentu saja mostly semua orang mau bukan? Hidup dengan seseorang yang kita cintai. Makan bersama, menonton TV bersama, masak bersama, menghabiskan waktu senggang bersama, menyenangkan kan?. Selain itu membangun impian bersama, bermimpi membangun rumah impian, memiliki anak-anak yang sehat, lingkungan baik. Membesarkan anak bersama dengan penuh cinta, kasih dan sayang. Indah bukan?

Angan . . . . .

Seperti manusia pada umumnya yang mudah berangan-angan tentang masa depan, aku pun begitu. Tentu saja aku punya angan-angan tentang masa depan versiku sendiri. Mulai dari pekerjaan impian, rumah impian hingga impian menyekolahkan anakku dimana kelak.

 

Takut . . . . . . .

Ya, kemudian kenapa masih belum menikah di usia segini? Banyak loh orang-orang menikah disaat mereka masih kuliah malah. Ada banyak alasan yang membuat takut ku muncul “kembali”. Ada trauma yang disebabkan kejadian tak langsung yang dialami oleh beberapa saudara dan bahkan keluarga paling dekat. Takut

 

Kisah . . . . . .

“Alkisah seorang wanita cantik jelita yang cerdas dan membanggakan karna bisa bersekolah sebagai tenaga medis yang sangat diidamkan banyak orang. Seperti pada kisah-kisah Disney princess yang pada umumnya akan dinikahi pangeran tampan, wanita cantik ini pun bernasib sama. Pria bertubuh tinggi, proporsional nan terlihat gagah yang ia sebut sebagai kekasihnya selama bertahun-tahun itu akhirnya melamarnya dan meminangnya. Menikah dengan meriah, pesta menjadi raja dan ratu satu malam. Begitu terlihat sempurna, wanita cantik dengan pria tampan. Selang beberapa tahun kemudian, tak genap pernikahan menginjak 1 dasawarsa, kekasihnya yang kini menjadi suaminya itu berselingkuh dengan rekan kerjanya. Setelah mengetahui perselingkuhan itu, sang wanita tidak lantas meninggalkan suaminya. Ia memilih memperjuangkan pernikahannya yang telah disahkan didepan malaikat pagi dan Tuhan. Namun, bukannya membuka mata, sang suami malah menjadi-jadi dengan selingkuhannya. Tanggung jawabnya sebagai suami dan bapak pun ia tinggalkan demi nafsunya itu. Wanita cantik itu kini harus berjuang mengatas namakan cinta, cinta pada anaknya. Karna ia rasa mengatas namakan cintanya pada suaminya sudah tidak layak lagi ia lakukan. Kini, hanya Tuhan dan anaknya sajalah yang ia simpan dalam hatinya. Tak lupa, nama baik ibu dan keluarganya yang membuat ia diam saja tak membalas kejahatan suaminya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan berbalik arah, setelah ratusan purnama ia lalui dengan air mata. Demi anaknya, demi permata hatinya ia kini berjuang melayangkan gugatan perceraian pada suaminya yang dulu pernah ia cintai sebegitu dalamnya.”

 

“Wanita empat dasarwarsa itu terlihat kewalahan karna harus menenangkan bayinya yang terus menangis malam itu. Ada sedikit sedih dalam tatapnya, malam ini suaminya tak ada dirumah. Seperti biasa, malam itu adalah malam dimana suaminya pulang ke kampung halamannya. Pernikahan yang sudah ia bangun lebih dari 100 minggu itu sudah terlanjur terjadi. Ntah, ia pun mungkin terpaksa memaafkan kebohongan suaminya kemudian mengikhlaskannya dengan mengatasnamakan takdir hidup. Membangun cinta di atas cinta yang lain, ia tahu sebenarnya, itu menyakitkan, namun bagaimana....., mungkin cinta sudah kepalang menenggelamkan logikanya. Mungkin masa-masa perkenalan yang manis dulu membuatnya kuat. Masa dimana ungkapan manis semua dilontarkan, masa dimana memandangnya terasa begitu menyenangkan, masa dimana berjanji seperti membeli kacang. Kini ia mau tak mau harus menerima bahwa laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suaminya ini tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami secara sempurna, 1000%. Tapi siapa peduli, tak ada yang sempurna bukan di dunia ini? hahaha. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya kini tidak bisa mencukupi nafkah yang seharusnya ia dapatkan, bahwa ia harus berdiri dengan kuat pada kakinya sendiri tanpa topangan apapun kecuali doa dan Tuhan. Ia harus menerima bahwa hari dalam hidupnya kini hanya ada dua belas dari empat belas hari karna ia harus berbagi dengan wanita lain. Ia harus menerima bahwa keluarganya kini tak sesempurna keluarga yang terdahulu, yah walau memang tak ada kehidupan berkeluarga yang sempurna bukan?. Tapi apalah daya, berpisahpun sepertinya sudah dijauhkan dari fikirannya, keputusan bertahan harus ia telan bulat-bulat. Bersabar, akankah imamnya ini berubah, atau akhirnya ia yang harus tabah menerima takdirnya“

 

Sudah membaca dua kisa di atas? Percaya atau tidak, kisah diatas memang benar adanya dan akulah saksinya. Miris. Aku seperti bisa merasakan bagaimana ketika jutaan harapan dan angan tentang pasangan hidup dan tentang hidup dengannya, jutaan harapan dan angan yang telah direcanakan pengwujudannya dan jutaan harapan dan angan yang telah dibagikan bersama pasangan kini terhempas dan tenggelam di dasar lautan. Semua hal yang telah dikorbankan awalnya demi mimpi menua bersama bahkan sehidup sesurga bersama, kini hangus tak tersisa. Aku yakin sekali rasanya sedih, sakit dan kecewa menjadi satu.

Aku tau, aku tau, tak seharusnya aku begitu ketakutan akan kisahku dimasa depan, bukankah nasib manusia berbeda-beda?

Kisah kegagalan yang mereka alami dalam pernikahan, serta kisah-kisah lain yang tak bisa aku sebut satu persatu, juga kisah gagalnya aku dalam proses berkenalan ternyata membentuk gunung es ketakutan. Aku malas untuk merasakan konflik yang pada akhirnya kehilangannya yang akhirnya aku kesepian dan sedih serta sendiri. Patah hati adalah hal yang PALING tidak ingin aku rasakan dan ingin SANGAT aku hindari. Patah hati terhebatku beberapa tahun silam. 

Semoga kisah cintaku kelak seperti Rasulullah dengan Khadijah yang saling melindungi dan menyemangati atau Habibie dengan ainun yang saling melengkapi ðŸ˜Š, Aamiin.

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan Kedua

Sosok . . . . .

“ayo cepat hampar sejadahnya eee…… sudah mau maghrib ini”

Ucap pria setengah abad ini pada ku dan ibu. Laki-laki ini kemudian mengimami kami shalat maghrib yang kemudian dilanjut dengan shalat isya. Laki-laki itu tidak lah segagah binaragawan, ataupun setampan sugar daddy Korea. Tubuhnya sudah tidak setegap prajurit, tenaganya sudah tidak lagi sebesar muda-mudi namun ia punya semangat yang luar biasa. Semangat membahagiakan keluarga kecilnya walau ia tau tenaganya diusia yang sangat senja sudah amat terbatas. Laki-laki itu membalikkan badannya, bergantian menciumi kepala kami.

 

Laki-laki setengah abad itu ayahku, laki-laki renta yang memaksa tenaga di usia senja itu ayahku. Laki-laki yang senang mengecup kepala dan kening kami itu ayahku. Ya, dia ayahku. Sosok laki-laki itu begitu kuat. Segala apa yang diucapkan, segala apa yang ia lakukan benar-benar terekam jelas dalam benakku. Sosok ayah begitu melekat dalam ingatanku. Betapa menyakitkan aku kehilangan laki-laki yang mencintaiku amat berlebih ini. Sosok, cinta dan kasihnya berhenti diangka tujuh belas tahun. Tujuh belas tahun lamanya laki-laki ini membanjiriku dengan cintanya, amarahnya, egonya dan kasihnya.

Ayah mungkin tidak sempurna secara fisik, tak akan sepadan dengannya. Namun, jika kusandingkan ia tentang tanggung jawab, ayahlah pemenangnya. Belum pernah ku temui amarahnya tentang keinginanku. Ayah selalu mendukung kemajuanku, amarahnya adalah bentuk takutnya terhadap masa depan yang akan aku lalui kelak.

Hilang . . . . . . .

Kehilangan ayah diusia dimana aku masih membutuhkannya, diusia dimana aku belum bisa memberikan apa-apa, diusia dimana aku bahkan belum bisa membahagiakannya. Aku kehilangan setengah jiwaku, aku kehilangan manusia yang paling menyayangiku dengan segenap jiwanya di bumi ini. Kecewa, sedih, marah . . . . . aku sepi, aku kesepian, aku sedih dan aku sendiri. Semua terasa menjadi lebih sulit. Banyak hal yang berubah dalam hidupku, layaknya para penerjun bebas yang di terjunkan dari ketinggian ratusan meter, aku pun demikian. Mimpi-mimpi tentang masa depan yang indah, seperti terbang hilang begitu saja.

Adakah . . . . . .

Selepas kepergian ayah, kisah-kisah itu muncul (kisah ada di postingan pertama berjudul alasan pertama). Kisah dan kehilangan bepadu menjadi sebuah kesatuan yang begitu kuat menghujam pikiranku akan masa depan.

Adakah pria yang bisa mencintaiku seperti ayah?

Adakah pria yang bisa begitu setia mencintaiku seperti ayah?

Berat, selama sepeninggalan ayah, sudahku rasakan berkali-kali jatuh bangun. Sakit sekali, bahkan rasanya tak ada yang bisa ku jadikan sandaran, tak ada lagi rumah yang penuh dengan cinta dan kasih. Walau aku merasa seperti tidak ada yang menganggapku berharga, namun itu cukup membuatku tersadar bahwa aku layak untuk mendapat bahagia. Aku layak untuk mencintai diriku dan menempatkan bahagia sebagai nomor satu. Aku layak dicintai oleh pasanganku kelak, dicintai dengan cara berkelas, penuh cinta dan kasih serta kesetiaan. Namun pertanyaanku:

Akankah ia yang mencintaiku bisa terus memastikan cintanya hanya untukku? Memastikan dirinya tak akan melukai ku dengan memberikan atau bahkan membagi cintanya kepada yang lain? agar aku tidak kehilangan lagi ?

 

Mengharap dalam do’a . . . . . .

Satu ketika, pernah ada sebuah kalimat:

“cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya”

Kemudian . . . . . .

“anak perempuan akan cenderung mencari pasangan yang hampir mirip dengan ayahnya (karakter/sifat/kebiasaan/fisik)”

Dan aku rasa, dua kalimat itu benar. Alasannya karna sepanjang belasan tahun terakhir, aku hidup berdampingan dengan ayah. Segala kebiasaan baik dan buruknya sudah ku ketahui. Di tambah seiring waktu berjalan aku tumbuh berkembang dan belajar. Mempelajari norma-norma dan nilai-nilai, baik buruk, benar salah. Sehingga aku akan cenderung mencari laki-laki yang memiliki nilai dan kebiasaan baik seperti ayah dan mencari laki-laki yang cenderung memiliki nilai dan kebiasaan buruk yang lebih minim dari ayah.

Ya, hal ini selalu ku sebut dalam doa dan harapanku.

Ya, Tuhanku berikan hamba laki-laki yang bisa menerima kekurangan hamba, laki-laki yang tidak memilih pergi saat mengetahui ketidak sempurnaan hamba. Ya Tuhanku hamba sudah pernah merasakan hasil dari ketidak sabaran seorang hamba pada banyak hal, maka pertemukan hamba dengan suami yang penuh kesabaran. Jadikan ia laki-laki yang menyayangi hamba, mencintai hamba, serta laki-laki yang setia dan yang menjadikan hamba sebagai satu-satunya wanita dalam hidupnya sebagai istrinya. Ya Tuhanku, jadikan ia laki-laki yang bertanggung jawab terhadap apapun, terhadap istrinya, anaknya, pekerjaannya, jadikanlah ia  laki-laki yang dapat memuliakan aku sebagai istrinya, laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga, serta  laki-laki yang paham mana kewajibannya sebagai suami. Ya Tuhanku jadikanlah ia laki-laki yang rajin beribadah, rajin bersodaqoh serta rajin mencari rezeki. Ya Allah, jadikanlah ia laki-laki yang mampu menjaga mata, hati dan perbuatannya. Jadikanlah ia laki-laki yang tau Batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Jadikanlah ia pria yang lembut hanya denganku saja.

Ya Tuhanku, lancarkanlah segala apa yang ia usahakan, dari semenjak ia belum bertemu denganku, hingga ia sudah resmi menjadi suamiku, Aamiin

Sunday, April 18, 2021

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan Ketiga

 

Perlu difikirkan (keturunan). . . . .

Aku tau, bahwa rezeki itu Allah yang datangkan. Bahwa semua makhluk hidup punya rezekinya masing-masing dan bahwa rezeki hanya akan berhenti saat satu makhluk itu meninggal saja.

Aku paham betul betapa banyak kalimat “menikah saja, nanti pintu rezeki akan terbuka” atau “menikah aja, rezeki mah nanti ada aja”. Tentu saja aku paham rezeki akan ada saja, tetapi selama kita mau berusaha serta berdoa kan? Ya, dan aku sedang lakukan sejak sebelum menikah sekarang ini dan tentu perjuangannya sangat luar biasa.

Aku beranggapan, menikah ya memang akan membukakan pintu rezeki tetapi bukan berarti hidup harus selalu berorientasi pada konsep menikah aja rezeki pasti dateng sendiri. Aku wanita yang sudah berusia lebih dari 20 tahun, telah banyak kejadian yang aku alami dan aku saksikan sendiri. Betapa banyak orang-orang yang sudah menikah malah mengeluh kesusahan. Mengeluh suami tak kerja, mengeluh suami malas, mengeluh cicilan a,b,c mengeluh tak punya uang untuk makan atau bercerai karna finansial. Aku tidak menyalahkan pernikahannya, tapi aku lebih menyayangkan kesiapan diri dan mental dari mereka yang demikian.

Bagiku, ketika aku sudah berfikir untuk menikah, maka aku harus sudah memikirkan bagaimana aku bisa mencintai dan menjaga serta membentuk anakku kelak sejak dalam kandungan. Ketika aku sudah berfikir untuk menikah, maka aku harus mulai sadar bahwa menikah bukan perkara saling pandang dari pagi hingga sore kemudian tidur saling berpelukan, ada suami yang harus ku urus, ada rumah dan kehormatan yang harus aku jaga, ada cost yang harus di bayarkan.

Tetapi, yang amat aku tekankan adalah persiapan untuk memiliki keturunan. Memiliki anak memanglah bukan hal yang mudah, namun bukan hal yang sulit juga, karna ada Allah yang Maha Penguasa bukan?. Serta menikah bukan lah hanya tentang, hamil, punya anak, lucu-lucu, bahagia.

Ada cost dan waktu yang harus diberikan serta kesadaran bagi si ibu apalagi si ayah. Si ibu harus menyadari bahwa perkembangan anak saat masih dalam kandungan adalah masa yang paling penting, karena masa itu dimana pembentukan otak dan sel-sel terjadi. Maka sang ibu harus sadar dan paham bahwa apa yang ia makan, maka itu pula-lah yang si calon bayi makan. Karenanya aku menyadari memberi makan si ibu asupan bergizi, bukan berarti memberikan makanan enak-enak hanya kepada ibu saja, namun kepada sang calon bayi, oleh karenanya menurutku peran suami disini amat penting. Ya suami dong, mau siapa lagi? Mertua? Ya kan yang bikin istri dan suami. Setidaknya suami harus paham, jika tidak bisa memberikan perhatian maka jangan pelit untuk menafkahi atau bahkan harus sadar dan berjuang supaya istri bisa makan 4 sehat 5 sempurna. Bagus bagus bisa makan banyak macam buah yang bervitamin, sayuran dan serat-serat lain. Itulah mengapa aku sangat anti dengan laki-laki pemalas, karena bagaimana bisa aku percaya bahwa ia dapat memperhatikan aku dan kebutuhanku jika malas saja dia pelihara?

Karenanya harapanku laki-laki harus paham apa yang dibutuhkan istrinya, dengan melihat kondisi sang istri jangan membiarkan istri menderita. Manja? Tolong ya, itu sudah tugas dan kewajiban anda sejak ijab Kabul selesai. Aku sendiri suka geleng-geleng kepala dengan laki-laki yang tidak ada inisiatifnya. Membiarkan istrinya kesusahan, membiarkan hidup keluarganya begitu-gitu saja. Ya tapi hal ini mungkin bisa dikomunikasikan.

Sebab yang aku tahu menikah bukan hanya soal ketawa ketiwi, wara wiri, tapi harus tau visi satu sama lain dan memastikan ada kah visi kita yang sama dan memastikan adakah jalan tengah bagi visi yang kurang sama dan menoleransinya?

Selain merawat anak dimasa kandungan. Yang perlu di ingat, perjuangan membesarkan anak bukan hanya dari saat dia masih dalam kandungan dan berhenti sampai si anak lahir kemudian selepas lahir mau bagaimana itu urusan belakangan, bukan, itu sangat tidak saya sekali. Bagi aku semua harus punya tujuan, urusan bagaimana menggapai rencana itu flexible saja. Membesarkan anak itu tugas jangka amat panjang. Perlu diingatkan bahwa tanggung jawab orang tua itu sampai anak menikah, selepas menikah ia sudah bukan tanggungan orang tua. Maka sebagai penanggung jawab, setidaknya sudah ada gambaran, bagaimana menerapkan pola didiknya, apa saja yang tidak boleh kita lakukan didepan anak, kita ingin anak kita seperti dan menjadi apa (kepribadiannya), dan hal-hal lain. Mulai dari pola didik ketika masih bayi, hingga sampai dia bisa bicara minimal. Baik-baik sampai dia besar dan mulai membahas rencana tabungan pendidikan.

Pusing ya? Oh iya, tidak ada hidup enak tanpa kerja keras dan perencanaan yang baik serta matang. Aku berfikiran bahwa lebih baik aku pusing-pusing berfikir perencaan di awal alias nyolong start, supaya tidak terlalu pusing di depannya. Sehingga jika ternyata keadaan malah jadi sangat mudah, itu malah menguntungkan dan kita sudah jelas memiliki arah kemana.

Contoh: susah-susah nabung buat pendidikan anak, tau-taunya dapat warisan 100m. Tau gitu ngapain nabung. Wah I think that stupid statement. Mungkin iya perkataan itu bisa terlontar karna sudah dapat warisan 100m, coba engga? Lagi pula tabungan manjadi surplus kan? Misal untuk tabungan pendidikan yang dibutuhkan untuk sampai ke perguruan tinggi adalah 2m sedangkan yang sudah terkumpul adalah 50 juta, maka ya 100m dipotong 2m pun tak masalah bukan? Malah ada surplus 50 juta. (perumpamaannya seperti itu)

 

Belajar dari terdahulu . . . . . . .

Mungkin ada beberapa kata yang bisa menjelaskan penjelasan ku di atas, ribet, menjelimet, planner banget, terlalu perfeksionis.  Ya, aku menyadari itu. Tanpa kita sadari, pola fikir, tata cara perencaan hidup itu terpengaruh pada hal-hal yang kita alami dan kita jumpai dihidup kita.

Aku… dengan pola fikirku seperti yang diatas karena pengalamanku dalam hidup. Aku mengalami pola didikan yang tidak bisa membentukku menjadi anak yang percaya diri salah satunya. Aku juga mengalami dua masalah yang sama dengan jalan yang berbeda. Masalahnya ialah saat aku menginginkan sebuah laptop baru, saat bersama alm, ayah aku saat itu aku masih duduk dibangku kelas satu SMA, laptop menjadi sebuah kebutuhan nyatanya, karena digunakan untuk mengerjakan tugas, presentasi dll. Tak butuh waktu lama kurang dari satu bulan kemudian ayah mengajakku membeli laptop. Tak hanya laptop, saat aku meminta computer-pun sama. Berbeda jauh dengan ibuku, selepas alm ayah tak ada, saat itu aku sangat butuh laptop baru karna saat itu aku sedang mengerjakan skripsi dan laptopku sudah mulai banyak kendala. Butuh perjuangan untuk meyakinkan bahwasannya aku memang sangat butuh laptop itu, terlepas dari beban keuangan yang ia miliki namun aku yakin sesungguhnya tabungan dasar jika dipotong untuk sebuah laptop standarpun bisa tertutupi dengan cepat oleh pemasukan ibu. Namun aku tidak tau apa yang ada dalam benaknya saat itu, hingga aku harus berderai air mata hanya untuk sebuah laptop. Dari pengalaman itu aku belajar, menjadi orang yang pas-pasan dan susah itu tidak menyengkan, sedih dan perih. Sehingga aku ingin anakku tidak merasakan hal demikian. Itulah contoh pengalaman yang aku alami.

Kemudian untuk pengalaman yang aku jumpai. Aku sudah mengajar puluhan anak dengan berbagai background orang tua dan background sekolah. Sangat-sangat mencolok perbedaa, anak yang hanya disekolahkan disekolah milik government dengan sekolah swasta apalagi swatsa plus maupun international. Sangat mencolok apalagi dalam kemampuan berbicara bahasa asing. Salah satu contoh murid SD ku yang bersekolah islam national plus yang berada Tangerang selatan, anaknya sangat aktif, tidak pemalu dan bahkan bagus dalam berkomunikasi dalam bahasa asing. Ketika aku tanya jam berapa biasa ia berangkat kesekolah, ia menjawab pukul 4 subuh. Wwhattt??? Really?? Aku tanya apakah ia berangkat pukul empat karena ikut bersama ayahnya ke kantor. NOPE. Karna disekolah ada program tahfidz jadi sebelum shalat subuh berjamaah, ada hafalan Qur’an. See how to build gold generation in different way?

 

Sama-sama . . . . .

Kerja sama sangat diperlukan. Laki-laki kerjasama dengan mencukupi dan mencari untuk bekal masa depan keluarganya sedangkan wanita kerjasama dengan mengelola apa yang sudah dicari dari laki-lakinya.

Sosok ayah sangat berpengaruh terahadap aku dalam mendoakan pasangan impian. Aku selalu ingat betapa ayah sangat bertanggung jawab terhadap keluarga apalagi aku anaknya. Laki-laki yang tak pernah menolak keinginanku dan selalu berusaha memenuhinya karna apa yang aku pintapun tak pernah yang hanya sekedar untuk gaya atau keren-keren-nan saja.

AKu sangat bersyukur memiliki ayah sepertinya. Bayangkan diluar sana banyak wanita bersuamikan laki-laki yang malas. Yang hanya bersantai-santai saja, yang hidupnya gitu-gitu saja, yang hidup seperti tanpa punya orientasi jelas, yang hidup seperti tanpa usaha maksimal atau bahkan usaha diluar batas kemampuannya. Laki-laki yang bergerak hanya kalau diminta saja. Yang berusaha jika diminta secara mendesak.

Betapa banyak laki-laki yang kerjaannya gitu-gitu saja. Pulang kerja, duduk sebentar, meyesapapi rokok, melamun, ngopi. Namun saat istrinya tak memberinya kopi ia marah, padahal istrinya tidak mampu membeli kopi karna uang bulanan habis. Sementara apa dia pernah bertanya perihal uang belanja?

Tapi aku masih juga mendapati laki-laki yang hampir sangat produktif, seperti ayah. Yang pulang kerja bercengkrama dengan istri dan anak. Duduk bersama menonton TV. Saling bercerita dan bercanda. Memberikan cerita-cerita yang bermoral. Sibukpun sangat bermanfaat, membaca koran, membaca buku ataupun menulis al-Quran . . . . itu ayahku

Banyak juga laki-laki yang pekerja keras. Yang bercita-cita ingin menjadikan istrinya sebagai permaisuri di rumahnya. Ingin memberikan yang terbaik untuk anak istrinya. Sesampai dirumah, ia masih melanjutkan pekerjaan yang lain demi istri dan anaknya.

Semoga aku, kamu dan kita semua mendapat pasangan yang baik dan mau berusaha ya, Aamiin.

Monday, March 22, 2021

Getting stuck 24, welcome 25: Alasan keempat

Lelah . . . . . .

        Mungkin ini akan terdengar berlebihan dan dramatis, namun percayalah walau memang usiaku bisa dibilang cukup muda untuk sebuah pengalaman, aku sudah lelah untuk berjalan mencari cinta. Siapa suruh mencari? Tugas wanita bukankah menunggu? Ya, aku tau, aku menunggu. Tetapi dalam menunggu bukan berarti aku diam saja kan? Beberapa datang dan pergi. Datang pergi dan kembali kemudian pergi lagi.

       Aku sudah lelah, ketika harus bertemu manusia baru. Harus menerka-nerka, harus berusaha membaca kepribadiannya, berusaha mengetahui karakter aslinya, berusaha mengenal emosinya. Memangnya tidak lelah? Ketika sudah nyaman dengan satu orang, tapi ternyata ia memilih pergi. Lelah, sungguh lelah.

 

Lemah . . . . . . .

       Aku ini lemah untuk urusan perasaan, karena memang fitrah wanita ialah perasaan yang lebih mendominasi ditambah ditinggalkan sosok ayah disaat aku masih membutuhkan figurnya, sulit untuk tidak mudah jatuh pada perhatian kecil. Aku menyukai manusia dengan pribadi yang religius, yang mengayomi dan yang melindungi. Ya, seperti wanita pada umumnya bukan? Suka pada sosok yang diyakininya mampu melindungi, mampu memimpin dan mampu memberikan perhatian yang baik padanya. Aku pun sama.

 

Harap yang memang salah

      Dulu, Betapa bahagianya aku. . . . . ., saat mendapati laki-laki yang aku sukai, yang aku harapkan bisa menjadi laki-laki pilihanku, memutuskan menghentikan perjalanan sementara waktu untuk mampir ke masjid menunaikan shalat. Jikalau kau yang berada dalam posisiku, pasti akan bahagia juga bukan? Betapa tenang dan bahagia ku rasakan saat seseorang yang ku harapkan bisa memimpinku ternyata seorang yang taat pada Tuhannya. Namun sayang, ia tidak seperti aku yang mengharapkannya ada dalam hidup. Ia memilih pergi setelah hatiku berharap padanya. Aku tak tau, aku harus bagaimana, memaksanya untuk memilihku bukanlah caraku. Aku pasrahkan saja, mungkin memang aku yang salah menempatkan harap pada makhluk ciptaan Allah.

Saturday, March 20, 2021

Getting stuck 24, welcome 25: Terimakasih pada semua kecewa

Selepas Kecewa. . . . .

        Ya, selepas merasa kecewa karna telah menaruh harapan pada manusia, lagi dan lagi aku hanya bisa kembali mengetuk pintu langit disepertiga malam dan mengadu:

       Ya Allah Rabbku, dalam sujud sakitnya hati ini karna pengharapan yang sirna, aku berusaha meyakinkan hatiku bahwa yang terjadi ini adalah bagian dari doaku padaMu agar diberikan pilihan terbaik dariMu.

       Selama luka dari harapanku itu basah, ada banyak hal yang membuatku menjadi tidak percaya pada diriku. Membuatku rendah diri, merasa tak pantas. Kadang diri ini bertanya-tanya dan menerka-nerka . . . . . . . . 

Apakah aku pantas tak terpilih, karna rupa ku?

Apa kah aku pantas tak terpilih, karna pekerjaanku?

Apakah aku pantas tak terpilih, karna asalku?

Apakah aku ditinggalkan karna perkataanku yang menyakiti?

Apakah aku ditinggalkan karna riasan wajahku?

Apakah aku ditinggalkan karna aku tak berharta banyak?

 

       Berbagai macam pertanyaan muncul dalam benakku namun tak pernah ada jawabnya . Pertanyaan itu malah menyakiti pikiran dan hatiku yang akhirnya berdampak pada kesehatanku. Terus berputar dalam kepalaku, membuatku merasa menjadi manusia tak bernilai. Semua kecewa dan pertanyaan-pertanyaan membuat ku merasa aku manusia yang tak pantas untuk diperjuangkan, dicintai dan dimiliki.

      Hingga akhirnya luka ku mengering dan sembuh, semua pertanyaan yang awalnya tak pernah ada jawabnya, kini telah kutemukan jawabannya. Jawabannya ialah aku “BELUM” menemukan orang yang cocok dan tepat.

       Kini, ditinggalkan mendorongku untuk terus memuhasabah diri, memperbaiki diriku, iman dan akhlakku, berusaha terus menjalankan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang, walau tak bisa secara menyeluruh dan sempurna tapi aku akan berusaha. Aku menyadari, mungkin memang caraku mencari pendamping hidup yang salah, hingga Allah marah dan menjauhikanku dengan mereka dengan cara demikian, tak apa.

 

Sebenar dari sebenarnya . . . .

       Kini, sudah sampailah tulisan ini pada bagian terakhir dari semua alasan-alasan mengapa aku belum juga menikah. Bukan, bukan tak ingin. . . . 35% tentu saja aku ingin, 15 persen aku bimbang, sisanya takut. To be honest, lagian aku belum punya calon ya hehe. Jadi belum ada yang bisa membuat aku berfikir, nikah gak ya?. So, ya aku harus tetap berdo’a hehe.

 

Pada akhirnya . . . .

       Pada akhirnya, ada pembelajaraan dari setiap kecewa yang aku rasakan. Pembelajaran bahwa Allah sedang menyelamatkanku dari rencanaku yang mungkin bisa berdampak buruk pada nasibku. Dari kecewa itu pula aku belajar, bahwa sebaik-baiknya menunggu adalah dengan mempersiapkan diri menjadi lebih baik lagi. Lagipula ada banyak hal yang bisa aku kerjakan dalam kesendirian ini, misal seperti meningkatkan kemampuanku dalam bidang yang aku kuasai, ataupun mencoba hobi dan pengalaman baru, dan bisa juga mempersiapkan diri untuk apa yang sedang ditunggu.

        Yah, kali ini aku rasa akan lebih baik jika selain aku berdoa dan meminta pendamping hidup dengan kriteria yang aku maksudkan pada Allah, aku akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi wanita yang memiliki kriteria yang sama seperti kriteria pendamping hidup yang aku maksud, agar benar-benar jodoh selain melengkapi tapi juga cerminan diri, Aamiin.

        So, say good bye pada hati yang kecewa karna dilukai oleh harapan terhadap manusia. Bismillah semoga Allah benar-benar berikan aku jodoh yang baik, yang membuat aku yakin bahwa dia yang tidak akan menyakitiku dan menyianyiakan aku. AAMIIN.


Maaf Aku Harus Menjauh

Jika ini tentang kompetisi...... Jika ini tentang menang atau kalah...... Maka.... aku ikhlas tanpa beban aku akan mengalah Karna sekeras ap...