Monday, June 21, 2021

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan Kedua

Sosok . . . . .

“ayo cepat hampar sejadahnya eee…… sudah mau maghrib ini”

Ucap pria setengah abad ini pada ku dan ibu. Laki-laki ini kemudian mengimami kami shalat maghrib yang kemudian dilanjut dengan shalat isya. Laki-laki itu tidak lah segagah binaragawan, ataupun setampan sugar daddy Korea. Tubuhnya sudah tidak setegap prajurit, tenaganya sudah tidak lagi sebesar muda-mudi namun ia punya semangat yang luar biasa. Semangat membahagiakan keluarga kecilnya walau ia tau tenaganya diusia yang sangat senja sudah amat terbatas. Laki-laki itu membalikkan badannya, bergantian menciumi kepala kami.

 

Laki-laki setengah abad itu ayahku, laki-laki renta yang memaksa tenaga di usia senja itu ayahku. Laki-laki yang senang mengecup kepala dan kening kami itu ayahku. Ya, dia ayahku. Sosok laki-laki itu begitu kuat. Segala apa yang diucapkan, segala apa yang ia lakukan benar-benar terekam jelas dalam benakku. Sosok ayah begitu melekat dalam ingatanku. Betapa menyakitkan aku kehilangan laki-laki yang mencintaiku amat berlebih ini. Sosok, cinta dan kasihnya berhenti diangka tujuh belas tahun. Tujuh belas tahun lamanya laki-laki ini membanjiriku dengan cintanya, amarahnya, egonya dan kasihnya.

Ayah mungkin tidak sempurna secara fisik, tak akan sepadan dengannya. Namun, jika kusandingkan ia tentang tanggung jawab, ayahlah pemenangnya. Belum pernah ku temui amarahnya tentang keinginanku. Ayah selalu mendukung kemajuanku, amarahnya adalah bentuk takutnya terhadap masa depan yang akan aku lalui kelak.

Hilang . . . . . . .

Kehilangan ayah diusia dimana aku masih membutuhkannya, diusia dimana aku belum bisa memberikan apa-apa, diusia dimana aku bahkan belum bisa membahagiakannya. Aku kehilangan setengah jiwaku, aku kehilangan manusia yang paling menyayangiku dengan segenap jiwanya di bumi ini. Kecewa, sedih, marah . . . . . aku sepi, aku kesepian, aku sedih dan aku sendiri. Semua terasa menjadi lebih sulit. Banyak hal yang berubah dalam hidupku, layaknya para penerjun bebas yang di terjunkan dari ketinggian ratusan meter, aku pun demikian. Mimpi-mimpi tentang masa depan yang indah, seperti terbang hilang begitu saja.

Adakah . . . . . .

Selepas kepergian ayah, kisah-kisah itu muncul (kisah ada di postingan pertama berjudul alasan pertama). Kisah dan kehilangan bepadu menjadi sebuah kesatuan yang begitu kuat menghujam pikiranku akan masa depan.

Adakah pria yang bisa mencintaiku seperti ayah?

Adakah pria yang bisa begitu setia mencintaiku seperti ayah?

Berat, selama sepeninggalan ayah, sudahku rasakan berkali-kali jatuh bangun. Sakit sekali, bahkan rasanya tak ada yang bisa ku jadikan sandaran, tak ada lagi rumah yang penuh dengan cinta dan kasih. Walau aku merasa seperti tidak ada yang menganggapku berharga, namun itu cukup membuatku tersadar bahwa aku layak untuk mendapat bahagia. Aku layak untuk mencintai diriku dan menempatkan bahagia sebagai nomor satu. Aku layak dicintai oleh pasanganku kelak, dicintai dengan cara berkelas, penuh cinta dan kasih serta kesetiaan. Namun pertanyaanku:

Akankah ia yang mencintaiku bisa terus memastikan cintanya hanya untukku? Memastikan dirinya tak akan melukai ku dengan memberikan atau bahkan membagi cintanya kepada yang lain? agar aku tidak kehilangan lagi ?

 

Mengharap dalam do’a . . . . . .

Satu ketika, pernah ada sebuah kalimat:

“cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya”

Kemudian . . . . . .

“anak perempuan akan cenderung mencari pasangan yang hampir mirip dengan ayahnya (karakter/sifat/kebiasaan/fisik)”

Dan aku rasa, dua kalimat itu benar. Alasannya karna sepanjang belasan tahun terakhir, aku hidup berdampingan dengan ayah. Segala kebiasaan baik dan buruknya sudah ku ketahui. Di tambah seiring waktu berjalan aku tumbuh berkembang dan belajar. Mempelajari norma-norma dan nilai-nilai, baik buruk, benar salah. Sehingga aku akan cenderung mencari laki-laki yang memiliki nilai dan kebiasaan baik seperti ayah dan mencari laki-laki yang cenderung memiliki nilai dan kebiasaan buruk yang lebih minim dari ayah.

Ya, hal ini selalu ku sebut dalam doa dan harapanku.

Ya, Tuhanku berikan hamba laki-laki yang bisa menerima kekurangan hamba, laki-laki yang tidak memilih pergi saat mengetahui ketidak sempurnaan hamba. Ya Tuhanku hamba sudah pernah merasakan hasil dari ketidak sabaran seorang hamba pada banyak hal, maka pertemukan hamba dengan suami yang penuh kesabaran. Jadikan ia laki-laki yang menyayangi hamba, mencintai hamba, serta laki-laki yang setia dan yang menjadikan hamba sebagai satu-satunya wanita dalam hidupnya sebagai istrinya. Ya Tuhanku, jadikan ia laki-laki yang bertanggung jawab terhadap apapun, terhadap istrinya, anaknya, pekerjaannya, jadikanlah ia  laki-laki yang dapat memuliakan aku sebagai istrinya, laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga, serta  laki-laki yang paham mana kewajibannya sebagai suami. Ya Tuhanku jadikanlah ia laki-laki yang rajin beribadah, rajin bersodaqoh serta rajin mencari rezeki. Ya Allah, jadikanlah ia laki-laki yang mampu menjaga mata, hati dan perbuatannya. Jadikanlah ia laki-laki yang tau Batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Jadikanlah ia pria yang lembut hanya denganku saja.

Ya Tuhanku, lancarkanlah segala apa yang ia usahakan, dari semenjak ia belum bertemu denganku, hingga ia sudah resmi menjadi suamiku, Aamiin

No comments:

Post a Comment

Maaf Aku Harus Menjauh

Jika ini tentang kompetisi...... Jika ini tentang menang atau kalah...... Maka.... aku ikhlas tanpa beban aku akan mengalah Karna sekeras ap...