Perlu
difikirkan (keturunan). . . . .
Aku tau,
bahwa rezeki itu Allah yang datangkan. Bahwa semua makhluk hidup punya
rezekinya masing-masing dan bahwa rezeki hanya akan berhenti saat satu makhluk
itu meninggal saja.
Aku paham
betul betapa banyak kalimat “menikah saja, nanti pintu rezeki akan terbuka”
atau “menikah aja, rezeki mah nanti ada aja”. Tentu saja aku paham rezeki akan ada
saja, tetapi selama kita mau berusaha serta berdoa kan? Ya, dan aku sedang
lakukan sejak sebelum menikah sekarang ini dan tentu perjuangannya sangat luar
biasa.
Aku
beranggapan, menikah ya memang akan membukakan pintu rezeki tetapi bukan
berarti hidup harus selalu berorientasi pada konsep menikah aja rezeki pasti
dateng sendiri. Aku wanita yang sudah berusia lebih dari 20 tahun, telah banyak
kejadian yang aku alami dan aku saksikan sendiri. Betapa banyak orang-orang
yang sudah menikah malah mengeluh kesusahan. Mengeluh suami tak kerja, mengeluh
suami malas, mengeluh cicilan a,b,c mengeluh tak punya uang untuk makan atau
bercerai karna finansial. Aku tidak menyalahkan pernikahannya, tapi aku lebih
menyayangkan kesiapan diri dan mental dari mereka yang demikian.
Bagiku,
ketika aku sudah berfikir untuk menikah, maka aku harus sudah memikirkan
bagaimana aku bisa mencintai dan menjaga serta membentuk anakku kelak sejak
dalam kandungan. Ketika aku sudah berfikir untuk menikah, maka aku harus mulai
sadar bahwa menikah bukan perkara saling pandang dari pagi hingga sore kemudian
tidur saling berpelukan, ada suami yang harus ku urus, ada rumah dan kehormatan
yang harus aku jaga, ada cost yang harus di bayarkan.
Tetapi, yang
amat aku tekankan adalah persiapan untuk memiliki keturunan. Memiliki anak
memanglah bukan hal yang mudah, namun bukan hal yang sulit juga, karna ada
Allah yang Maha Penguasa bukan?. Serta menikah bukan lah hanya tentang, hamil,
punya anak, lucu-lucu, bahagia.
Ada cost dan
waktu yang harus diberikan serta kesadaran bagi si ibu apalagi si ayah. Si ibu
harus menyadari bahwa perkembangan anak saat masih dalam kandungan adalah masa
yang paling penting, karena masa itu dimana pembentukan otak dan sel-sel
terjadi. Maka sang ibu harus sadar dan paham bahwa apa yang ia makan, maka itu
pula-lah yang si calon bayi makan. Karenanya aku menyadari memberi makan si ibu
asupan bergizi, bukan berarti memberikan makanan enak-enak hanya kepada ibu
saja, namun kepada sang calon bayi, oleh karenanya menurutku peran suami disini
amat penting. Ya suami dong, mau siapa lagi? Mertua? Ya kan yang bikin istri
dan suami. Setidaknya suami harus paham, jika tidak bisa memberikan perhatian
maka jangan pelit untuk menafkahi atau bahkan harus sadar dan berjuang supaya
istri bisa makan 4 sehat 5 sempurna. Bagus bagus bisa makan banyak macam buah
yang bervitamin, sayuran dan serat-serat lain. Itulah mengapa aku sangat anti
dengan laki-laki pemalas, karena bagaimana bisa aku percaya bahwa ia dapat
memperhatikan aku dan kebutuhanku jika malas saja dia pelihara?
Karenanya
harapanku laki-laki harus paham apa yang dibutuhkan istrinya, dengan melihat
kondisi sang istri jangan membiarkan istri menderita. Manja? Tolong ya, itu
sudah tugas dan kewajiban anda sejak ijab Kabul selesai. Aku sendiri suka
geleng-geleng kepala dengan laki-laki yang tidak ada inisiatifnya. Membiarkan
istrinya kesusahan, membiarkan hidup keluarganya begitu-gitu saja. Ya tapi hal
ini mungkin bisa dikomunikasikan.
Sebab yang
aku tahu menikah bukan hanya soal ketawa ketiwi, wara wiri, tapi harus tau visi
satu sama lain dan memastikan ada kah visi kita yang sama dan memastikan adakah
jalan tengah bagi visi yang kurang sama dan menoleransinya?
Selain
merawat anak dimasa kandungan. Yang perlu di ingat, perjuangan membesarkan anak
bukan hanya dari saat dia masih dalam kandungan dan berhenti sampai si anak
lahir kemudian selepas lahir mau bagaimana itu urusan belakangan, bukan, itu
sangat tidak saya sekali. Bagi aku semua harus punya tujuan, urusan bagaimana
menggapai rencana itu flexible saja. Membesarkan anak itu tugas jangka amat
panjang. Perlu diingatkan bahwa tanggung jawab orang tua itu sampai anak
menikah, selepas menikah ia sudah bukan tanggungan orang tua. Maka sebagai
penanggung jawab, setidaknya sudah ada gambaran, bagaimana menerapkan pola
didiknya, apa saja yang tidak boleh kita lakukan didepan anak, kita ingin anak
kita seperti dan menjadi apa (kepribadiannya), dan hal-hal lain. Mulai dari
pola didik ketika masih bayi, hingga sampai dia bisa bicara minimal. Baik-baik
sampai dia besar dan mulai membahas rencana tabungan pendidikan.
Pusing ya?
Oh iya, tidak ada hidup enak tanpa kerja keras dan perencanaan yang baik serta matang.
Aku berfikiran bahwa lebih baik aku pusing-pusing berfikir perencaan di awal
alias nyolong start, supaya tidak terlalu pusing di depannya. Sehingga jika
ternyata keadaan malah jadi sangat mudah, itu malah menguntungkan dan kita
sudah jelas memiliki arah kemana.
Contoh:
susah-susah nabung buat pendidikan anak, tau-taunya dapat warisan 100m. Tau
gitu ngapain nabung. Wah I think that stupid statement. Mungkin iya perkataan
itu bisa terlontar karna sudah dapat warisan 100m, coba engga? Lagi pula
tabungan manjadi surplus kan? Misal untuk tabungan pendidikan yang dibutuhkan
untuk sampai ke perguruan tinggi adalah 2m sedangkan yang sudah terkumpul
adalah 50 juta, maka ya 100m dipotong 2m pun tak masalah bukan? Malah ada
surplus 50 juta. (perumpamaannya seperti itu)
Belajar
dari terdahulu . . . . . . .
Mungkin ada
beberapa kata yang bisa menjelaskan penjelasan ku di atas, ribet, menjelimet,
planner banget, terlalu perfeksionis. Ya,
aku menyadari itu. Tanpa kita sadari, pola fikir, tata cara perencaan hidup itu
terpengaruh pada hal-hal yang kita alami dan kita jumpai dihidup kita.
Aku… dengan
pola fikirku seperti yang diatas karena pengalamanku dalam hidup. Aku mengalami
pola didikan yang tidak bisa membentukku menjadi anak yang percaya diri salah
satunya. Aku juga mengalami dua masalah yang sama dengan jalan yang berbeda.
Masalahnya ialah saat aku menginginkan sebuah laptop baru, saat bersama alm,
ayah aku saat itu aku masih duduk dibangku kelas satu SMA, laptop menjadi
sebuah kebutuhan nyatanya, karena digunakan untuk mengerjakan tugas, presentasi
dll. Tak butuh waktu lama kurang dari satu bulan kemudian ayah mengajakku
membeli laptop. Tak hanya laptop, saat aku meminta computer-pun sama. Berbeda
jauh dengan ibuku, selepas alm ayah tak ada, saat itu aku sangat butuh laptop
baru karna saat itu aku sedang mengerjakan skripsi dan laptopku sudah mulai
banyak kendala. Butuh perjuangan untuk meyakinkan bahwasannya aku memang sangat
butuh laptop itu, terlepas dari beban keuangan yang ia miliki namun aku yakin
sesungguhnya tabungan dasar jika dipotong untuk sebuah laptop standarpun bisa
tertutupi dengan cepat oleh pemasukan ibu. Namun aku tidak tau apa yang ada
dalam benaknya saat itu, hingga aku harus berderai air mata hanya untuk sebuah
laptop. Dari pengalaman itu aku belajar, menjadi orang yang pas-pasan dan susah
itu tidak menyengkan, sedih dan perih. Sehingga aku ingin anakku tidak
merasakan hal demikian. Itulah contoh pengalaman yang aku alami.
Kemudian
untuk pengalaman yang aku jumpai. Aku sudah mengajar puluhan anak dengan
berbagai background orang tua dan background sekolah. Sangat-sangat mencolok
perbedaa, anak yang hanya disekolahkan disekolah milik government dengan
sekolah swasta apalagi swatsa plus maupun international. Sangat mencolok
apalagi dalam kemampuan berbicara bahasa asing. Salah satu contoh murid SD ku
yang bersekolah islam national plus yang berada Tangerang selatan, anaknya
sangat aktif, tidak pemalu dan bahkan bagus dalam berkomunikasi dalam bahasa
asing. Ketika aku tanya jam berapa biasa ia berangkat kesekolah, ia menjawab
pukul 4 subuh. Wwhattt??? Really?? Aku tanya apakah ia berangkat pukul empat
karena ikut bersama ayahnya ke kantor. NOPE. Karna disekolah ada program
tahfidz jadi sebelum shalat subuh berjamaah, ada hafalan Qur’an. See how to
build gold generation in different way?
Sama-sama
. . . . .
Kerja sama
sangat diperlukan. Laki-laki kerjasama dengan mencukupi dan mencari untuk bekal
masa depan keluarganya sedangkan wanita kerjasama dengan mengelola apa yang
sudah dicari dari laki-lakinya.
Sosok ayah
sangat berpengaruh terahadap aku dalam mendoakan pasangan impian. Aku selalu
ingat betapa ayah sangat bertanggung jawab terhadap keluarga apalagi aku
anaknya. Laki-laki yang tak pernah menolak keinginanku dan selalu berusaha
memenuhinya karna apa yang aku pintapun tak pernah yang hanya sekedar untuk
gaya atau keren-keren-nan saja.
AKu sangat
bersyukur memiliki ayah sepertinya. Bayangkan diluar sana banyak wanita
bersuamikan laki-laki yang malas. Yang hanya bersantai-santai saja, yang hidupnya
gitu-gitu saja, yang hidup seperti tanpa punya orientasi jelas, yang hidup
seperti tanpa usaha maksimal atau bahkan usaha diluar batas kemampuannya.
Laki-laki yang bergerak hanya kalau diminta saja. Yang berusaha jika diminta
secara mendesak.
Betapa banyak
laki-laki yang kerjaannya gitu-gitu saja. Pulang kerja, duduk sebentar,
meyesapapi rokok, melamun, ngopi. Namun saat istrinya tak memberinya kopi ia
marah, padahal istrinya tidak mampu membeli kopi karna uang bulanan habis.
Sementara apa dia pernah bertanya perihal uang belanja?
Tapi aku
masih juga mendapati laki-laki yang hampir sangat produktif, seperti ayah. Yang
pulang kerja bercengkrama dengan istri dan anak. Duduk bersama menonton TV.
Saling bercerita dan bercanda. Memberikan cerita-cerita yang bermoral. Sibukpun
sangat bermanfaat, membaca koran, membaca buku ataupun menulis al-Quran . . . .
itu ayahku
Banyak juga
laki-laki yang pekerja keras. Yang bercita-cita ingin menjadikan istrinya
sebagai permaisuri di rumahnya. Ingin memberikan yang terbaik untuk anak
istrinya. Sesampai dirumah, ia masih melanjutkan pekerjaan yang lain demi istri
dan anaknya.
Semoga aku,
kamu dan kita semua mendapat pasangan yang baik dan mau berusaha ya, Aamiin.
No comments:
Post a Comment