“neng, kamu tahun ini umurnya berapa?”
“dua lima
bu”
“ih tua
loh, cepet nikah kalo udah ada calonnya”
“hehe iya
bu inshaAllah”
Percakapan
singkat dipagi hari itu cukup membuat aku meringis dalam hati. Bukan hanya satu
dua kali aku dilemparkan pertanyaan demi pernyataan demikian, ya tapi aku
selalu berusaha untuk menjawabnya dengan baik. Aku selalu memaklumi mereka yang
memang tidak tau apa yang sudah aku alami dan aku hadapi dalam hidupku.
Mau .
. . . .
Menikah,
siapa yang mau? Haha maksudnya siapa yang tidak mau? Tentu saja mostly semua
orang mau bukan? Hidup dengan seseorang yang kita cintai. Makan bersama,
menonton TV bersama, masak bersama, menghabiskan waktu senggang bersama,
menyenangkan kan?. Selain itu membangun impian bersama, bermimpi membangun
rumah impian, memiliki anak-anak yang sehat, lingkungan baik. Membesarkan anak
bersama dengan penuh cinta, kasih dan sayang. Indah bukan?
Angan
. . . . .
Seperti
manusia pada umumnya yang mudah berangan-angan tentang masa depan, aku pun
begitu. Tentu saja aku punya angan-angan tentang masa depan versiku sendiri.
Mulai dari pekerjaan impian, rumah impian hingga impian menyekolahkan anakku
dimana kelak.
Takut
. . . . . . .
Ya, kemudian
kenapa masih belum menikah di usia segini? Banyak loh orang-orang menikah
disaat mereka masih kuliah malah. Ada banyak alasan yang membuat takut ku
muncul “kembali”. Ada trauma yang disebabkan kejadian tak langsung yang dialami
oleh beberapa saudara dan bahkan keluarga paling dekat. Takut
Kisah
. . . . . .
“Alkisah
seorang wanita cantik jelita yang cerdas dan membanggakan karna bisa bersekolah
sebagai tenaga medis yang sangat diidamkan banyak orang. Seperti pada
kisah-kisah Disney princess yang pada umumnya akan dinikahi pangeran tampan,
wanita cantik ini pun bernasib sama. Pria bertubuh tinggi, proporsional nan
terlihat gagah yang ia sebut sebagai kekasihnya selama bertahun-tahun itu
akhirnya melamarnya dan meminangnya. Menikah dengan meriah, pesta menjadi raja
dan ratu satu malam. Begitu terlihat sempurna, wanita cantik dengan pria
tampan. Selang beberapa tahun kemudian, tak genap pernikahan menginjak 1
dasawarsa, kekasihnya yang kini menjadi suaminya itu berselingkuh dengan rekan
kerjanya. Setelah mengetahui perselingkuhan itu, sang wanita tidak lantas
meninggalkan suaminya. Ia memilih memperjuangkan pernikahannya yang telah
disahkan didepan malaikat pagi dan Tuhan. Namun, bukannya membuka mata, sang
suami malah menjadi-jadi dengan selingkuhannya. Tanggung jawabnya sebagai suami
dan bapak pun ia tinggalkan demi nafsunya itu. Wanita cantik itu kini harus
berjuang mengatas namakan cinta, cinta pada anaknya. Karna ia rasa mengatas
namakan cintanya pada suaminya sudah tidak layak lagi ia lakukan. Kini, hanya
Tuhan dan anaknya sajalah yang ia simpan dalam hatinya. Tak lupa, nama baik ibu
dan keluarganya yang membuat ia diam saja tak membalas kejahatan suaminya itu.
Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan berbalik arah, setelah ratusan
purnama ia lalui dengan air mata. Demi anaknya, demi permata hatinya ia kini
berjuang melayangkan gugatan perceraian pada suaminya yang dulu pernah ia
cintai sebegitu dalamnya.”
“Wanita
empat dasarwarsa itu terlihat kewalahan karna harus menenangkan bayinya yang
terus menangis malam itu. Ada sedikit sedih dalam tatapnya, malam ini suaminya
tak ada dirumah. Seperti biasa, malam itu adalah malam dimana suaminya pulang
ke kampung halamannya. Pernikahan yang sudah ia bangun lebih dari 100 minggu
itu sudah terlanjur terjadi. Ntah, ia pun mungkin terpaksa memaafkan kebohongan
suaminya kemudian mengikhlaskannya dengan mengatasnamakan takdir hidup. Membangun cinta di
atas cinta yang lain, ia tahu sebenarnya, itu menyakitkan, namun bagaimana.....,
mungkin cinta sudah kepalang menenggelamkan logikanya. Mungkin masa-masa
perkenalan yang manis dulu membuatnya kuat. Masa dimana ungkapan manis semua
dilontarkan, masa dimana memandangnya terasa begitu menyenangkan, masa dimana
berjanji seperti membeli kacang. Kini ia mau tak mau harus menerima bahwa
laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suaminya ini tidak bisa
menjalankan kewajibannya sebagai suami secara sempurna, 1000%. Tapi siapa peduli, tak ada yang sempurna bukan di dunia ini? hahaha. Ia harus
menerima kenyataan bahwa suaminya kini tidak bisa mencukupi nafkah yang seharusnya ia dapatkan, bahwa ia harus berdiri dengan kuat pada kakinya sendiri tanpa topangan apapun kecuali doa dan Tuhan. Ia
harus menerima bahwa hari dalam hidupnya kini hanya ada dua belas dari empat
belas hari karna ia harus berbagi dengan wanita lain. Ia harus menerima bahwa
keluarganya kini tak sesempurna keluarga yang terdahulu, yah walau memang tak ada kehidupan berkeluarga yang sempurna bukan?. Tapi apalah daya,
berpisahpun sepertinya sudah dijauhkan dari fikirannya, keputusan bertahan
harus ia telan bulat-bulat. Bersabar, akankah imamnya ini berubah, atau akhirnya ia yang
harus tabah menerima takdirnya“
Sudah
membaca dua kisa di atas? Percaya atau tidak, kisah diatas memang benar adanya dan akulah saksinya. Miris. Aku seperti bisa merasakan bagaimana ketika jutaan
harapan dan angan tentang pasangan hidup dan tentang hidup dengannya, jutaan harapan dan angan yang telah direcanakan pengwujudannya dan
jutaan harapan dan angan yang telah dibagikan bersama pasangan kini terhempas dan tenggelam di dasar lautan. Semua hal yang telah dikorbankan
awalnya demi mimpi menua bersama bahkan sehidup sesurga bersama, kini hangus tak
tersisa. Aku yakin sekali rasanya sedih, sakit dan kecewa menjadi satu.
Aku tau, aku
tau, tak seharusnya aku begitu ketakutan akan kisahku dimasa depan, bukankah nasib
manusia berbeda-beda?
Kisah kegagalan yang mereka alami dalam pernikahan, serta kisah-kisah lain yang tak bisa aku sebut satu persatu, juga kisah gagalnya aku dalam proses berkenalan ternyata membentuk gunung es ketakutan. Aku malas untuk merasakan konflik yang pada akhirnya kehilangannya yang akhirnya aku kesepian dan sedih serta sendiri. Patah hati adalah hal yang PALING tidak ingin aku rasakan dan ingin SANGAT aku hindari. Patah hati terhebatku beberapa tahun silam.
Semoga kisah cintaku kelak seperti Rasulullah dengan Khadijah yang saling melindungi dan menyemangati atau Habibie dengan ainun yang saling melengkapi 😊, Aamiin.