Monday, June 21, 2021

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan pertama

“neng, kamu tahun ini umurnya berapa?”

“dua lima bu”

“ih tua loh, cepet nikah kalo udah ada calonnya”

“hehe iya bu inshaAllah”

 

Percakapan singkat dipagi hari itu cukup membuat aku meringis dalam hati. Bukan hanya satu dua kali aku dilemparkan pertanyaan demi pernyataan demikian, ya tapi aku selalu berusaha untuk menjawabnya dengan baik. Aku selalu memaklumi mereka yang memang tidak tau apa yang sudah aku alami dan aku hadapi dalam hidupku.

Mau . . . . .

Menikah, siapa yang mau? Haha maksudnya siapa yang tidak mau? Tentu saja mostly semua orang mau bukan? Hidup dengan seseorang yang kita cintai. Makan bersama, menonton TV bersama, masak bersama, menghabiskan waktu senggang bersama, menyenangkan kan?. Selain itu membangun impian bersama, bermimpi membangun rumah impian, memiliki anak-anak yang sehat, lingkungan baik. Membesarkan anak bersama dengan penuh cinta, kasih dan sayang. Indah bukan?

Angan . . . . .

Seperti manusia pada umumnya yang mudah berangan-angan tentang masa depan, aku pun begitu. Tentu saja aku punya angan-angan tentang masa depan versiku sendiri. Mulai dari pekerjaan impian, rumah impian hingga impian menyekolahkan anakku dimana kelak.

 

Takut . . . . . . .

Ya, kemudian kenapa masih belum menikah di usia segini? Banyak loh orang-orang menikah disaat mereka masih kuliah malah. Ada banyak alasan yang membuat takut ku muncul “kembali”. Ada trauma yang disebabkan kejadian tak langsung yang dialami oleh beberapa saudara dan bahkan keluarga paling dekat. Takut

 

Kisah . . . . . .

“Alkisah seorang wanita cantik jelita yang cerdas dan membanggakan karna bisa bersekolah sebagai tenaga medis yang sangat diidamkan banyak orang. Seperti pada kisah-kisah Disney princess yang pada umumnya akan dinikahi pangeran tampan, wanita cantik ini pun bernasib sama. Pria bertubuh tinggi, proporsional nan terlihat gagah yang ia sebut sebagai kekasihnya selama bertahun-tahun itu akhirnya melamarnya dan meminangnya. Menikah dengan meriah, pesta menjadi raja dan ratu satu malam. Begitu terlihat sempurna, wanita cantik dengan pria tampan. Selang beberapa tahun kemudian, tak genap pernikahan menginjak 1 dasawarsa, kekasihnya yang kini menjadi suaminya itu berselingkuh dengan rekan kerjanya. Setelah mengetahui perselingkuhan itu, sang wanita tidak lantas meninggalkan suaminya. Ia memilih memperjuangkan pernikahannya yang telah disahkan didepan malaikat pagi dan Tuhan. Namun, bukannya membuka mata, sang suami malah menjadi-jadi dengan selingkuhannya. Tanggung jawabnya sebagai suami dan bapak pun ia tinggalkan demi nafsunya itu. Wanita cantik itu kini harus berjuang mengatas namakan cinta, cinta pada anaknya. Karna ia rasa mengatas namakan cintanya pada suaminya sudah tidak layak lagi ia lakukan. Kini, hanya Tuhan dan anaknya sajalah yang ia simpan dalam hatinya. Tak lupa, nama baik ibu dan keluarganya yang membuat ia diam saja tak membalas kejahatan suaminya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan berbalik arah, setelah ratusan purnama ia lalui dengan air mata. Demi anaknya, demi permata hatinya ia kini berjuang melayangkan gugatan perceraian pada suaminya yang dulu pernah ia cintai sebegitu dalamnya.”

 

“Wanita empat dasarwarsa itu terlihat kewalahan karna harus menenangkan bayinya yang terus menangis malam itu. Ada sedikit sedih dalam tatapnya, malam ini suaminya tak ada dirumah. Seperti biasa, malam itu adalah malam dimana suaminya pulang ke kampung halamannya. Pernikahan yang sudah ia bangun lebih dari 100 minggu itu sudah terlanjur terjadi. Ntah, ia pun mungkin terpaksa memaafkan kebohongan suaminya kemudian mengikhlaskannya dengan mengatasnamakan takdir hidup. Membangun cinta di atas cinta yang lain, ia tahu sebenarnya, itu menyakitkan, namun bagaimana....., mungkin cinta sudah kepalang menenggelamkan logikanya. Mungkin masa-masa perkenalan yang manis dulu membuatnya kuat. Masa dimana ungkapan manis semua dilontarkan, masa dimana memandangnya terasa begitu menyenangkan, masa dimana berjanji seperti membeli kacang. Kini ia mau tak mau harus menerima bahwa laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suaminya ini tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami secara sempurna, 1000%. Tapi siapa peduli, tak ada yang sempurna bukan di dunia ini? hahaha. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya kini tidak bisa mencukupi nafkah yang seharusnya ia dapatkan, bahwa ia harus berdiri dengan kuat pada kakinya sendiri tanpa topangan apapun kecuali doa dan Tuhan. Ia harus menerima bahwa hari dalam hidupnya kini hanya ada dua belas dari empat belas hari karna ia harus berbagi dengan wanita lain. Ia harus menerima bahwa keluarganya kini tak sesempurna keluarga yang terdahulu, yah walau memang tak ada kehidupan berkeluarga yang sempurna bukan?. Tapi apalah daya, berpisahpun sepertinya sudah dijauhkan dari fikirannya, keputusan bertahan harus ia telan bulat-bulat. Bersabar, akankah imamnya ini berubah, atau akhirnya ia yang harus tabah menerima takdirnya“

 

Sudah membaca dua kisa di atas? Percaya atau tidak, kisah diatas memang benar adanya dan akulah saksinya. Miris. Aku seperti bisa merasakan bagaimana ketika jutaan harapan dan angan tentang pasangan hidup dan tentang hidup dengannya, jutaan harapan dan angan yang telah direcanakan pengwujudannya dan jutaan harapan dan angan yang telah dibagikan bersama pasangan kini terhempas dan tenggelam di dasar lautan. Semua hal yang telah dikorbankan awalnya demi mimpi menua bersama bahkan sehidup sesurga bersama, kini hangus tak tersisa. Aku yakin sekali rasanya sedih, sakit dan kecewa menjadi satu.

Aku tau, aku tau, tak seharusnya aku begitu ketakutan akan kisahku dimasa depan, bukankah nasib manusia berbeda-beda?

Kisah kegagalan yang mereka alami dalam pernikahan, serta kisah-kisah lain yang tak bisa aku sebut satu persatu, juga kisah gagalnya aku dalam proses berkenalan ternyata membentuk gunung es ketakutan. Aku malas untuk merasakan konflik yang pada akhirnya kehilangannya yang akhirnya aku kesepian dan sedih serta sendiri. Patah hati adalah hal yang PALING tidak ingin aku rasakan dan ingin SANGAT aku hindari. Patah hati terhebatku beberapa tahun silam. 

Semoga kisah cintaku kelak seperti Rasulullah dengan Khadijah yang saling melindungi dan menyemangati atau Habibie dengan ainun yang saling melengkapi ðŸ˜Š, Aamiin.

Getting stuck at 25, haven’t married yet : Alasan Kedua

Sosok . . . . .

“ayo cepat hampar sejadahnya eee…… sudah mau maghrib ini”

Ucap pria setengah abad ini pada ku dan ibu. Laki-laki ini kemudian mengimami kami shalat maghrib yang kemudian dilanjut dengan shalat isya. Laki-laki itu tidak lah segagah binaragawan, ataupun setampan sugar daddy Korea. Tubuhnya sudah tidak setegap prajurit, tenaganya sudah tidak lagi sebesar muda-mudi namun ia punya semangat yang luar biasa. Semangat membahagiakan keluarga kecilnya walau ia tau tenaganya diusia yang sangat senja sudah amat terbatas. Laki-laki itu membalikkan badannya, bergantian menciumi kepala kami.

 

Laki-laki setengah abad itu ayahku, laki-laki renta yang memaksa tenaga di usia senja itu ayahku. Laki-laki yang senang mengecup kepala dan kening kami itu ayahku. Ya, dia ayahku. Sosok laki-laki itu begitu kuat. Segala apa yang diucapkan, segala apa yang ia lakukan benar-benar terekam jelas dalam benakku. Sosok ayah begitu melekat dalam ingatanku. Betapa menyakitkan aku kehilangan laki-laki yang mencintaiku amat berlebih ini. Sosok, cinta dan kasihnya berhenti diangka tujuh belas tahun. Tujuh belas tahun lamanya laki-laki ini membanjiriku dengan cintanya, amarahnya, egonya dan kasihnya.

Ayah mungkin tidak sempurna secara fisik, tak akan sepadan dengannya. Namun, jika kusandingkan ia tentang tanggung jawab, ayahlah pemenangnya. Belum pernah ku temui amarahnya tentang keinginanku. Ayah selalu mendukung kemajuanku, amarahnya adalah bentuk takutnya terhadap masa depan yang akan aku lalui kelak.

Hilang . . . . . . .

Kehilangan ayah diusia dimana aku masih membutuhkannya, diusia dimana aku belum bisa memberikan apa-apa, diusia dimana aku bahkan belum bisa membahagiakannya. Aku kehilangan setengah jiwaku, aku kehilangan manusia yang paling menyayangiku dengan segenap jiwanya di bumi ini. Kecewa, sedih, marah . . . . . aku sepi, aku kesepian, aku sedih dan aku sendiri. Semua terasa menjadi lebih sulit. Banyak hal yang berubah dalam hidupku, layaknya para penerjun bebas yang di terjunkan dari ketinggian ratusan meter, aku pun demikian. Mimpi-mimpi tentang masa depan yang indah, seperti terbang hilang begitu saja.

Adakah . . . . . .

Selepas kepergian ayah, kisah-kisah itu muncul (kisah ada di postingan pertama berjudul alasan pertama). Kisah dan kehilangan bepadu menjadi sebuah kesatuan yang begitu kuat menghujam pikiranku akan masa depan.

Adakah pria yang bisa mencintaiku seperti ayah?

Adakah pria yang bisa begitu setia mencintaiku seperti ayah?

Berat, selama sepeninggalan ayah, sudahku rasakan berkali-kali jatuh bangun. Sakit sekali, bahkan rasanya tak ada yang bisa ku jadikan sandaran, tak ada lagi rumah yang penuh dengan cinta dan kasih. Walau aku merasa seperti tidak ada yang menganggapku berharga, namun itu cukup membuatku tersadar bahwa aku layak untuk mendapat bahagia. Aku layak untuk mencintai diriku dan menempatkan bahagia sebagai nomor satu. Aku layak dicintai oleh pasanganku kelak, dicintai dengan cara berkelas, penuh cinta dan kasih serta kesetiaan. Namun pertanyaanku:

Akankah ia yang mencintaiku bisa terus memastikan cintanya hanya untukku? Memastikan dirinya tak akan melukai ku dengan memberikan atau bahkan membagi cintanya kepada yang lain? agar aku tidak kehilangan lagi ?

 

Mengharap dalam do’a . . . . . .

Satu ketika, pernah ada sebuah kalimat:

“cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya”

Kemudian . . . . . .

“anak perempuan akan cenderung mencari pasangan yang hampir mirip dengan ayahnya (karakter/sifat/kebiasaan/fisik)”

Dan aku rasa, dua kalimat itu benar. Alasannya karna sepanjang belasan tahun terakhir, aku hidup berdampingan dengan ayah. Segala kebiasaan baik dan buruknya sudah ku ketahui. Di tambah seiring waktu berjalan aku tumbuh berkembang dan belajar. Mempelajari norma-norma dan nilai-nilai, baik buruk, benar salah. Sehingga aku akan cenderung mencari laki-laki yang memiliki nilai dan kebiasaan baik seperti ayah dan mencari laki-laki yang cenderung memiliki nilai dan kebiasaan buruk yang lebih minim dari ayah.

Ya, hal ini selalu ku sebut dalam doa dan harapanku.

Ya, Tuhanku berikan hamba laki-laki yang bisa menerima kekurangan hamba, laki-laki yang tidak memilih pergi saat mengetahui ketidak sempurnaan hamba. Ya Tuhanku hamba sudah pernah merasakan hasil dari ketidak sabaran seorang hamba pada banyak hal, maka pertemukan hamba dengan suami yang penuh kesabaran. Jadikan ia laki-laki yang menyayangi hamba, mencintai hamba, serta laki-laki yang setia dan yang menjadikan hamba sebagai satu-satunya wanita dalam hidupnya sebagai istrinya. Ya Tuhanku, jadikan ia laki-laki yang bertanggung jawab terhadap apapun, terhadap istrinya, anaknya, pekerjaannya, jadikanlah ia  laki-laki yang dapat memuliakan aku sebagai istrinya, laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga, serta  laki-laki yang paham mana kewajibannya sebagai suami. Ya Tuhanku jadikanlah ia laki-laki yang rajin beribadah, rajin bersodaqoh serta rajin mencari rezeki. Ya Allah, jadikanlah ia laki-laki yang mampu menjaga mata, hati dan perbuatannya. Jadikanlah ia laki-laki yang tau Batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Jadikanlah ia pria yang lembut hanya denganku saja.

Ya Tuhanku, lancarkanlah segala apa yang ia usahakan, dari semenjak ia belum bertemu denganku, hingga ia sudah resmi menjadi suamiku, Aamiin

Maaf Aku Harus Menjauh

Jika ini tentang kompetisi...... Jika ini tentang menang atau kalah...... Maka.... aku ikhlas tanpa beban aku akan mengalah Karna sekeras ap...